DPMPD Kaltim Soroti Kebutuhan Regulasi yang Lebih Adaptif dalam Konflik Lahan Desa
Samarinda – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur menekankan pentingnya regulasi yang lebih adaptif dalam menangani konflik-konflik lahan yang melibatkan masyarakat, perusahaan, hingga pemerintah desa.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) Kaltim, Puguh Harjanto, menyebut bahwa pengakuan terhadap masyarakat dalam konflik lahan tidak dapat diberikan secara instan, karena ada tahapan-tahapan formal yang harus dipenuhi.
“Terkait perlindungan masyarakat dalam konflik-konflik lahan, dari sisi regulasi pengakuan memang tidak dapat dilakukan secara serta-merta. Ada tahapan yang harus dilalui, terutama menyangkut kepemilikan tanah yang layak,” kata Puguh (21/11/2025).
Ia menjelaskan bahwa setiap kabupaten di Kaltim memiliki Panitia Penyelesaian Masalah Hukum Adat (PPMHA) yang bertugas mengawal proses pengakuan, verifikasi, hingga memastikan bahwa klaim masyarakat memiliki dasar yang dapat dipertanggungjawabkan.
Keberadaan PPMHA dianggap penting sebagai instrumen mediasi di tingkat daerah, namun tetap harus diperkuat dengan regulasi yang lebih responsif terhadap persoalan yang muncul.
“Di setiap kabupaten ada PPMHA beserta kepanitiaannya. Mereka inilah yang mengawal proses tersebut agar tidak hanya mengikuti prosedur, tetapi juga mempertimbangkan dinamika di lapangan,” tambahnya.
Namun persoalan tidak berhenti di situ. Di satu sisi, perusahaan-perusahaan tertentu sudah mengantongi perizinan legal, sementara di sisi lain regulasi dari pemerintah pusat belum sepenuhnya mampu menjawab kebutuhan penyelesaian konflik di daerah. Puguh menegaskan bahwa kesenjangan regulasi inilah yang sering memicu ketegangan dan harus menjadi perhatian bersama.
“Beberapa sektor punya perizinan yang sudah diterbitkan, tapi regulasi dari pusat belum sepenuhnya mengakomodasi kebutuhan di lapangan. Ini yang perlu menjadi perhatian kita semua,” ujarnya.
Menurut Puguh, kunci utama penyelesaian konflik lahan adalah kehadiran aktif pemerintah sebagai fasilitator dialog antara masyarakat, pemerintah desa, dan perusahaan. Fasilitasi ini harus dilakukan secara berkelanjutan agar keputusan yang dihasilkan tidak menimbulkan ketidakadilan baru.
“Yang terpenting adalah kehadiran pemerintah untuk memfasilitasi diskusi lanjutan, baik soal pengelolaan lahan, perizinan perusahaan, maupun kepentingan masyarakat setempat,” tegasnya.
DPMPD Kaltim berharap sinergi regulatif dan dialog terbuka dapat mengurangi ketegangan serta memberi kepastian bagi semua pihak yang berkepentingan.(adv/kominfokaltim)
Join Group Wa Kami Kaltimpedia.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now








