Samarinda Perlu Aturan Tegas Larangan Merokok Saat Berkendara
Catatan: Muhammad Friska Fauzian *)
FENOMENA pengendara kendaraan bermotor yang merokok sambil melaju di jalan-jalan Kota Samarinda masih jamak ditemui. Tidak hanya di tengah lalu lintas padat, perilaku ini juga seringkali membahayakan pengguna jalan lain. Lebih parahnya, setelah selesai, puntung rokok kerap dibuang sembarangan ke jalan.
Perilaku ini jelas mengabaikan aspek keselamatan dasar. Banyak yang tidak menyadari bahwa merokok saat berkendara adalah bentuk kelalaian yang serius. Aktivitas seperti menyalakan rokok, memegang, dan membuang abu, secara nyata mengalihkan fokus visual dan manual pengemudi dari jalan. Risikonya setara dengan menggunakan ponsel saat mengemudi.
Bahaya paling nyata adalah bagi pengendara lain. Sering kali bara rokok yang terlempar dapat mengenai pengendara di belakang, yang berpotensi menyebabkan luka bakar, iritasi mata serius, bahkan kebutaan. Tangan yang sibuk memegang rokok juga mengurangi kendali dan kewaspadaan terhadap kendaraan.
Meskipun perilaku ini sangat berbahaya, hingga saat ini penegakan aturan di Samarinda terasa masih lemah. Penulis belum menemukan adanya Peraturan Daerah (Perda) atau Peraturan Wali Kota (Perwali) spesifik yang secara tegas melarang dan memberi sanksi atas tindakan ini di jalan raya.
Padahal, secara nasional, regulasi yang mengatur hal ini sudah ada. Pasal 106 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) mewajibkan pengemudi untuk berkendara dengan konsentrasi penuh.
Pelanggaran terhadap pasal tersebut diatur dalam Pasal 283 UU LLAJ, yang menyatakan bahwa setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor secara tidak wajar atau melakukan kegiatan lain yang mengganggu konsentrasi (termasuk merokok) dapat diancam pidana kurungan maksimal 3 bulan atau denda maksimal Rp750.000,00.
Bahkan, Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 12 Tahun 2019 tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor, pada Pasal 6 huruf c, secara eksplisit menyatakan bahwa pengemudi dilarang merokok serta melakukan aktivitas lain yang mengganggu konsentrasi saat mengendarai sepeda motor.
Selain risiko keselamatan, puntung rokok menjadi sumber pencemaran serius. Puntung rokok merupakan sampah yang paling banyak ditemukan di dunia. Data global dari Ocean Conservancy secara konsisten menempatkan puntung rokok—yang mengandung filter selulosa asetat (sejenis plastik) dan ribuan bahan kimia beracun—sebagai sampah nomor satu di perairan dan pantai. Pengakuan petugas kebersihan di Samarinda bahwa sampah puntung mendominasi jalanan, terutama di kawasan lampu merah, mengonfirmasi masalah ini di tingkat lokal.
Melihat kondisi ini, sudah saatnya Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda mengambil langkah tegas. Beberapa kota besar di Indonesia, seperti DKI Jakarta, Bandung, dan Bogor, telah memiliki regulasi spesifik berupa Perda atau Pergub tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang juga mencakup larangan di fasilitas umum dan saat berkendara.
Samarinda perlu segera menyusun kebijakan serupa untuk memperkuat aturan nasional yang ada. Ini bukan hanya soal denda, tetapi soal menciptakan efek jera dan melindungi keselamatan publik serta kebersihan kota.
Kedisiplinan di jalan raya bukan hanya soal kepatuhan pada helm dan batas kecepatan, tetapi juga tentang membangun etika dan perilaku yang bertanggung jawab terhadap sesama pengguna jalan.(kp)
*) penulis adalah Mahasiswa semester 5 Fisip Unmul Prodi Administrasi Publik.
Join Group Wa Kami Kaltimpedia.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now