Tantangan di Balik Roda Logistik: Saat Nyawa Terus Jadi Taruhan
Catatan : Siomara Naftali*)
PALARAN sebuah kecamatan yang terletak di bagian selatan Kota Samarinda. Palaran menjadi salah satu kawasan strategis yang kerap dilalui oleh kendaraan logistik. Akses jalan yang menghubungkan kawasan industri, pelabuhan, dan gudang distribusi menjadikan Palaran sebagai jalur vital bagi perputaran barang di Samarinda dan sekitarnya. Namun di balik aktivitas tersebut, tersimpan puluhan insiden kecelakaan yang telah terjadi di ruas jalan Palaran.
Ironisnya, kecelakaan ini sering kali melibatkan kendaraan besar seperti truk atau tronton yang melintas dan berujung menelan korban jiwa serta merusak fasilitas di sekitar jalan. Hal ini seolah membuka sisi gelap dari sistem logistik yang selama ini telah berjalan.
Mudahnya akses jalan dan banyaknya perusahaan logistik serta pergudangan yang beroperasi di Palaran membuat kendaraan besar melintas nyaris tanpa henti, 24 jam siang dan malam, bahkan di jam warga padat beraktivitas.
Terlihat dari arah Stadion Utama Palaran hingga sepanjang Jalan Trikora dan Ampera, bunyi rem truk, debu jalan, dan sirene ambulans seolah menjadi pemandangan rutin bagi warga sekitar yang memicu kekhawatiran mendalam.

Tantangan Regulasi yang Ada
Sejauh ini, pengaturan kendaraan bermuatan berat di Kota Samarinda mengacu pada Peraturan Walikota Samarinda Nomor 40 Tahun 2011 tentang Penetapan Lintasan Angkutan Barang dalam Wilayah Kota Samarinda dan Peraturan Wali Kota Samarinda Nomor 49 Tahun 2023 tentang Kawasan Tertib Lalu Lintas.
Peraturan Walikota Nomor 40 Tahun 2011 secara spesifik mengatur bahwa kendaraan dengan Muatan Sumbu Terberat (MST) 8 ton atau lebih dan/atau kendaraan dengan dimensi lebar lebih dari 2,1 meter dilarang melintas pada pukul 06.00 Wita sampai dengan 22.00 Wita. Sementara Peraturan Wali Kota Nomor 49 Tahun 2023 mengatur tentang penetapan kawasan tertib lalu lintas di Kota Samarinda untuk menciptakan ketertiban dan keselamatan berlalu lintas.
Namun, aturan-aturan tersebut dinilai masih kurang efektif menekan risiko kecelakaan. Implementasi Peraturan Walikota Nomor 40 Tahun 2011 hingga kini belum sepenuhnya berjalan dengan baik, masih banyak yang melanggar karena kurangnya pemberian sanksi efek jera, serta komunikasi yang belum maksimal diterima oleh masyarakat dan pihak logistik. Selain itu, Dinas Perhubungan Samarinda juga hanya memiliki wewenang untuk mengawasi, bukan menindak pelanggar, sehingga penegakan hukum menjadi tidak optimal.
Masalah lain yang memperparah situasi adalah jumlah kendaraan besar yang terus meningkat, infrastruktur jalan yang belum sepenuhnya memadai, serta pengawasan yang masih sangat terbatas di lapangan. Meskipun aturan jam operasional sudah ada sejak tahun 2011, implementasinya di Kecamatan Palaran masih jauh dari kata efektif. Akibatnya, kendaraan berat tetap bebas melintas sepanjang hari tanpa kontrol yang memadai, dan kecelakaan yang melibatkan truk dan tronton di kawasan tersebut terus berulang tanpa solusi yang jelas.
Akar Masalah yang Kompleks
Aktivitas logistik memang tidak bisa dihentikan sepenuhnya, namun apakah harus terus mengancam nyawa warga yang tinggal di sekitarnya?
Jika ditelusuri lebih dalam, penyebab kecelakaan ini bukan hanya soal kelalaian pengemudi semata. Banyak faktor yang saling terhubung, mulai dari gaya mengemudi yang ugal-ugalan demi mengejar target pengiriman, blind spot yang membuat sopir sulit melihat area di sekitar kendaraan, kondisi kendaraan yang tidak layak pakai, lemahnya pengawasan terhadap jam operasional kendaraan berat yang dibiarkan melintas 24 jam tanpa batas waktu, hingga ODOL (Over Dimension Over Loading) yang membuat truk kehilangan keseimbangan dan membahayakan pengendara lain. Semua ini membentuk rantai masalah yang memperlihatkan betapa sistem transportasi logistik masih jauh dari kata aman.
Salah satu akar masalah yang juga jarang disoroti adalah tidak adanya terminal truk khusus di Kota Samarinda. Padahal, keberadaan terminal truk sangat krusial sebagai tempat singgah, bongkar muat, dan istirahat pengemudi sebelum melanjutkan perjalanan ke dalam kota. Tanpa terminal truk yang memadai, kendaraan besar terpaksa langsung masuk ke kawasan pemukiman, termasuk di Kecamatan Palaran yang padat penduduk.
Sebenarnya, pemerintah kota Samarinda pernah membangunan terminal truk di Jalan HAMM Rifaddin, Loa Janan Ilir. Lokasi tersebut dianggap strategis karena berada di pinggiran kota dan dapat menjadi titik pembatas sebelum truk memasuki area pusat kota. Namun, rencana tersebut gagal terwujud secara fungsional. Terminal yang sempat dibangun tidak beroperasi sebagaimana mestinya, alasanya masih belum jela karena kurangnya fasilitas pendukung, lokasi yang kurang aksesibel bagi operator logistik, atau minimnya sosialisasi dan penegakan aturan yang mewajibkan truk singgah di terminal tersebut.
Akibat dari kegagalan ini, truk-truk bertonase besar tetap bebas berkeliaran di jalan-jalan umum tanpa ada titik kontrol yang jelas. Mereka parkir sembarangan di pinggir jalan, bongkar muat barang di tengah pemukiman warga, bahkan istirahat di area yang tidak seharusnya. Kondisi ini tidak hanya mengganggu kenyamanan warga, tetapi juga memperburuk kemacetan dan meningkatkan risiko kecelakaan. Warga Palaran menjadi saksi sekaligus korban dari sistem logistik yang tidak tertata dengan baik.
KOLABORASI MULTI PIHAK SEBAGAI KUNCI
Masalah ini tentu tidak bisa diselesaikan oleh satu pihak saja. Ada banyak aktor yang perlu terlibat untuk mencari solusi bersama.
Pertama, pemerintah daerah memiliki peran besar dalam membuat dan memutuskan aturan, mulai dari pengawasan jam operasional kendaraan besar, uji kelayakan jalan, sampai penegakan sanksi untuk unit yang melanggar aturan. Implementasi efektif dari Peraturan Wali Kota Nomor 49 Tahun 2023 menjadi kunci dalam menciptakan ketertiban lalu lintas.
Kedua, perusahaan logistik seharusnya tidak hanya mengejar target pengiriman, tetapi juga bertanggung jawab atas keselamatan di jalan. Armada mereka wajib melewati uji kelayakan kendaraan secara berkala sebagaimana diatur dalam Peraturan Wali Kota Samarinda Nomor 58 Tahun 2023 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Serta Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Daerah Pengujian Kendaraan Bermotor pada Dinas Perhubungan. Kendaraan tidak boleh kelebihan muatan (ODOL), dan sopir pun harus dibekali pelatihan berkendara yang memadai agar tidak ugal-ugalan di jalan.
Ketiga, masyarakat sekitar juga dapat ikut terlibat, misalnya dengan melaporkan jika ada pelanggaran atau aktivitas kendaraan berat yang membahayakan lingkungan sekitar. Partisipasi aktif masyarakat sangat penting dalam pengawasan sosial terhadap ketertiban lalu lintas.
Pendekatan Kebijakan Inkremental sebagai Solusi Jika dilihat dari permasalahan yang terjadi, alternatif yang cocok dalam pengambilan keputusan adalah dengan menggunakan model kebijakan inkremental, yaitu perubahan secara bertahap atau memperbaiki kebijakan yang sudah ada. Pendekatan ini dianggap lebih realistis untuk diterapkan di Kecamatan Palaran, mengingat wilayah tersebut merupakan jalur vital bagi aktivitas logistik yang tidak mungkin dihentikan sepenuhnya.
Dalam konteks ini, kebijakan dapat dimulai dari langkah-langkah sederhana seperti:
- Penyesuaian jam operasional kendaraan besar agar tidak berbenturan dengan waktu padat aktivitas warga, khususnya jam berangkat dan pulang sekolah serta jam sibuk perkantoran.
- Evaluasi berkala terhadap kepatuhan sopir dan perusahaan logistik dalam menjalankan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Wali Kota Nomor 49 Tahun 2023.
- Perbaikan infrastruktur seperti menambah rambu peringatan, memperbaiki kualitas jalan, memasang lampu penerangan jalan umum (LPJU) yang memadai, dan memperbaiki tikungan berbahaya.
- Penerapan teknologi seperti camera 360 derajat (around view monitor) pada kendaraan yang mengalami blind spot, serta sistem pemantauan kendaraan secara real-time.
- Penguatan pengawasan melalui ramp check berkala untuk memastikan kelayakan kendaraan, sebagaimana pernah dilakukan Dinas Perhubungan Kota Samarinda dalam menangani kasus kecelakaan truk tangki BBM.
- Revitalisasi atau pembangunan kembali terminal truk yang fungsional sebagai solusi jangka menengah. Terminal ini harus dirancang dengan fasilitas lengkap seperti area parkir luas, tempat istirahat pengemudi, pos pemeriksaan kelayakan kendaraan, dan zona bongkar muat yang terpisah dari kawasan pemukiman.
Lokasi terminal perlu dievaluasi ulang apakah di Jalan HAMM Rifaddin masih relevan, atau perlu dipindahkan ke lokasi yang lebih strategis dengan akses langsung ke jalur distribusi utama.
Yang tak kalah penting adalah penegakan aturan yang mewajibkan semua truk masuk ke terminal sebelum melanjutkan perjalanan ke dalam kota, disertai dengan sistem insentif bagi perusahaan logistik yang patuh dan sanksi tegas bagi yang melanggar.
Dengan terminal truk yang berfungsi optimal, pemerintah dapat memiliki kontrol lebih baik terhadap lalu lintas kendaraan berat, sekaligus melindungi kawasan pemukiman dari gangguan dan bahaya yang selama ini mengancam keselamatan warga.
Pendekatan inkremental ini menekankan proses perubahan yang berkelanjutan dan fleksibel, sehingga kebijakan yang diterapkan tidak hanya adaptif terhadap kondisi nyata di lapangan, tetapi juga menjaga keseimbangan antara keselamatan warga dan kelancaran distribusi logistik di Palaran. Dengan kolaborasi semua pihak dan implementasi kebijakan secara bertahap dan terukur, diharapkan Palaran dapat menjadi kawasan logistik yang aman sekaligus produktif tanpa membuat kekhawatiran bagi warga.(*)
*) penulis adalah Mahasiswa Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman.
Join Group Wa Kami Kaltimpedia.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now











