Kaltimpedia
Beranda Samarinda Andi Harun Jelaskan Dasar Hukum dan Sanksi untuk Pertamini Ilegal di Samarinda

Andi Harun Jelaskan Dasar Hukum dan Sanksi untuk Pertamini Ilegal di Samarinda

Kaltimpedia.com, Samarinda – Melihat melonjaknya kemunculan Pertamini di Kota Samarinda, mendapat perhatian lebih dari Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda. Pasalnya dengan banyaknya pom mini yang tersebar di setiap jalan Kota Tepian ini juga menjadi ancaman bagi masyarakat dengan banyaknya kasus kebakaran terjadi akibat ketidakpatuhan standar keselamatan dari Pertamini tersebut.

Maka itu, Wali Kota Samarinda, Andi Harun, memanggil beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait untuk rapat demi menyusun dasar-dasar hukum dalam pelaksanaan kegiatan usaha hilir minyak dan gas bumi di Kota Pesut Mahakam ini.

“Tadi hadir dalam rapat dinas perdagangan, dishub, satpol PP, kemudian bagian ekonomi, bagian hukum, bagian organisasi,” katanya.

“Yang kita bahas itu pertama dasar hukum, tentang kegiatan usaha hilir minyak bumi dan gas, atau dalam istilah umum disebut kegiatan usaha BBM eceran yakni Pertamini,” sambung Andi Harun usai melakukan rapat di ruang rapat Wali Kota Samarinda, pada Senin (22/04/2024).

Dirinya menyebutkan beberapa dasar hukum yang sudah pihaknya susun, untuk diedarkan kepada masyarakat, yaitu :

  1. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi
  2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 Tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi;
  4. Peraturan BPH MIGAS Nomor: 6 Tahun 2015 Tentang Penyaluran Jenis BBM Tertentu dan Jenis Bahan Bakar Khusus Pada Daerah Yang Belum Terdapat Penyalur;
  5. Surat Edaran Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Nomor: 14.E/HK.03/DIM/2021 Tentang Penyaluran BBM dilaksanakan dengan ketentuan penyalur retail (SPBU/SPBN/SPBB);
  6. Surat Edaran Kementerian ESDM Republik Indonesia Nomor: 0013.E/10/DJM.0/2017 Tentang Ketentuan Penyaluran BBM Melalui Penyalur, tanggal 27 Desember 2017;
  7. Surat BPH Migas Nomor: 715/07/Ka.BPH/2005 tanggal 4 September 2015 Perihal Tanggapan Terhadap Legalitas Usaha Pertamini dan Pendistribusian BBM untuk Pertamini.
  8. Surat Direktur Jenderal Standarisasi dan Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 211/SPK/SD/10/2015 tertanggal 21 Oktober 2015, perihal Legalitas Usaha Pertamini dinyatakan bahwa telah melakukan penelitian dan pengujian terhadap pompa ukur yang digunakan Pertamini yang hasilnya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku;
  9. Surat Kepala BPH Migas Nomor: 715/07/Ka.BPH/2005 tanggal 4 September 2015 Perihal Tanggapan Terhadap Legalitas Usaha Pertamini dan Pendistribusian BBM untuk Pertamini.

“Ini tadi dari hasil pembahasan yah, kesimpulannya besok baru kita sampaikan paling lambat lusa,” ujar Andi Harun.

Kemudian dirinya juga menjelaskan terkait kegiatan usaha hilir migas ilegal dan sanksi hukumnya.

Pertama, kata Andi Harun, kegiatan usaha penjualan BBM eceran seperti Pertamini atau sejenisnya adalah kegiatan yang dijalankan oleh badan usaha yang memiliki izin usaha hilir Minyak dan Gas Bumi dari Pemerintah sebagaimana ketentuan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 Tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi serta memiliki Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 47892 dalam izin usaha dan memenuhi kewajiban syarat berusaha lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Jadi maksudnya siapa yang bisa bertindak sebagai penyalur atau sub-penyalur, atau yang berhak menurut hukum melaksanakan kegiatan usaha BBM eceran adalah badan usaha yang memiliki izin usaha hilir minyak dan gas bumi dari pemerintah,” jelasnya.

Lanjut dia, kegiatan usaha Minyak Bumi dan Gas tidak dapat dilaksanakan di tempat umum, sarana dan prasana umum, bangunan, rumah tinggal, atau pabrik beserta tanah pekarangan dan sekitarnya, kecuali dengan izin Pemerintah, persetujuan Masyarakat, dan perseorangan yang berkaitan dengan hal tersebut,

“Dari pemerintah itu ada yang langsung organ pemerintahnya ada juga yang diwakili oleh BUMN misalnya BPH migas dan Pertamina kan,” ucap Andi Harun.

Dimana, penjualan BBM eceran termasuk Pertamini digunakan sebagai tempat penjualan BBM tanpa ijin yang semestinya. Andi Harun menegaskan, maka dikualifikasi sebagai perbuatan melanggar hukum sebagaimana Surat Kepala BPH Migas Nomor: 715/07/Ka.BPH/2005 tanggal 4 September 2015 Perihal Tanggapan Terhadap Legalitas Usaha Pertamini dan Pendistribusian BBM untuk Pertamini.

“Jadi kalau ada penjualan BBM eceran atau Pertamini tersebut yang tanpa memiliki izin semestinya maka berdasarkan surat kepala BPH Migas nomor 715 tadi, maka perbuatan tersebut di kualifikasi sebagai perbuatan melanggar hukum. Sekarang karena itu di kualifikasi sebagai perbuatan melanggar hukum maka tentu ada ancamannya, ada sanksinya jadi bukan ancaman walikota,” tuturnya.

Dia juga menyampaikan, sanksi yang diterima oleh kegiatan usaha penjualan BBM eceran seperti Pertamini datau sejenisnya yang tidak memiliki ijin (illegal). Maka patut diduga melanggar ketentuan Pasal 53 junto Pasal 23 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi dengan ancaman sanksi penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling tinggi Rp. 30.000.000.000,- (tiga puluh milyar rupiah).

Kemudian, apabila kegiatannya adalah penjualan BBM bersubsi, maka patut diduga melanggar ketentuan Pasal 53 Junto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi dengan ancaman sanksi pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp. 60.000.000.000,- (enam puluh milyar rupiah).

“Ini yang dimaksud adalah pertamini yang tidak memiliki izin atau penjualan BBM yang tidak memiliki izin dari pemerintah dan tidak memenuhi syarat-syarat lain yang diatur oleh undang-undang,” imbuh Andi Harun.

Selain tidak memiliki izin juga dengan undang-undang cipta kerja tersebut dipersyaratkan untuk kegiatan usaha BBM eceran juga harus memiliki KBLI 47892. Peraturan tentang KBLI ini ada undang-undang cipta kerja yang diurus melalui USS pada DPTMPTSP lebih lengkapnya selain tadi harus memenuhi izin usaha hilir minyak dan gas bumi dari pemerintah termasuk dari BUMN.

“Maksudnya pemerintah yang mendelegasikan izin teknis dari Pertamina melalui peraturan BPH Migas nomor 6 tahun 2015 dan undang-undang nomor 21 tahun 2001 pokoknya semua harus atas dasar hukum tersebut,” jelasnya

Terakhir, kata orang nomor satu di Samarinda itu, Pertamini atau sejenisnya yang tidak memiliki ijin (illegal), ini dapat mengakibatkan kebakaran.

“Karena adanya beberapa kasus kebakaran akibat Pertamini ini, hingga ada korban meninggal atau cacat dan bentuk kerugian lainnya, maka akan dituntut sesuai ketentuan hukum, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” pungkas Andi Harun. (Adv)

Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan