Kaltimpedia
Beranda Opini Perginya Pesut Mahakam dan Hari Lumba-lumba Air Tawar

Perginya Pesut Mahakam dan Hari Lumba-lumba Air Tawar

SAMARINDA – Mahakam (Orcaella brevirostris) adalah lumba-lumba air tawar yang hanya ditemukan di beberapa sungai besar Asia Tenggara, termasuk Mahakam. Tubuhnya gemuk, berwarna abu-abu muda, dengan kepala bulat tanpa mancong. Ia berenang perlahan, kadang muncul di permukaan untuk menghirup udara, lalu lenyap kembali ke kedalaman sungai yang keruh.

Pesut Mahakam merupakan penghuni sungai terpanjang kedua di Indonesia setelah Sungai Kapuas, dengan panjang sekitar 920-980 kilometer. Sungai ini mengalir dari pegunungan Muller di Kutai Barat dan bermuara di Delta Mahakam yang menuju Selat Makassar.

Sebagai warga Kota Samarinda yang lahir, besar, dan bermukim di sekitar Sungai Mahakam, saya ingat betul Sekitar tahun 1980-an, pesut Mahakam kerap menyemburkan air dan muncul ke permukaan di dekat rumah orang tua saya yang terletak di bibir sungai tersebut.

Air Mahakam pada masa itu masih tampak jernih, layaknya air pegunungan. Namun, seiring berjalannya waktu, penebangan pohon secara besar-besaran di hulu Mahakam menyebabkan sungai tersebut lambat laun menjadi keruh dan kehilangan kejernihannya. selain itu, kerusakan alam yang meluas dan terganggunya ekosistem sungai turut memperparah kondisi, sehingga air pun mulai tercemar.

Hari Lumba-lumba Air Tawar: Sebuah Ironi

Setiap 24 Oktober, dunia memperingati Hari Lumba-lumba Air Tawar. Di atas kertas, hari ini adalah momentum untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga spesies langka seperti pesut. Namun di Mahakam, peringatan ini terasa seperti mengenang yang telah tiada. Populasi pesut Mahakam, dalam laporan Yayasan Konservasi Rare Aquatic Species of Indonesia (RASI) 2024 menyebutkan kalau pesut mahakam (orcaella brevirostris) hanya tersisa 60-an ekor.

Kini, kita tak lagi menyaksikan pesut menyemburkan air ke permukaan di sepanjang Sungai Mahakam, khususnya di kawasan pinggiran Kota Samarinda. Jangankan di Samarinda, bahkan di wilayah hulu Mahakam yang lebih jauh pun pesut sudah sangat sulit ditemukan. Habitatnya semakin terjepit oleh lalu lintas kapal, pencemaran air, dan penebangan hutan di hulu.

Pesut Mahakam saat ini paling sering terlihat di sekitar Desa Pela dan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara. Kawasan ini masih menjadi habitat alami yang relatif tenang bagi pesut, meskipun populasinya sangat terbatas dan terancam punah. Kelompok Sadar Wisata setempat bahkan turut menjaga kawasan ini agar tetap ramah bagi pesut.

Pada April 2024, seekor pesut betina ditemukan mati di kawasan ini, menandakan bahwa pesut masih menjelajah hingga daerah ini, meski dengan resiko tinggi.

Menjadikan Hari Lumba-lumba Air Tawar Sebagai Titik Balik

Meski populasi pesut terus menurun, harapan belum sepenuhnya padam. Beberapa komunitas lokal telah mulai bergerak. Ada nelayan yang mengganti jaringnya dengan alat tangkap ramah pesut. Ada pelajar yang membuat film dokumenter tentang kehidupan pesut. Ada peneliti yang terus memantau dan memberi rekomendasi.

Pemerintah pun telah menetapkan pesut sebagai satwa dilindungi. Namun perlindungan di atas kertas tak cukup. Kita butuh tindakan nyata: zona konservasi, pengaturan lalu lintas sungai, dan penegakan hukum terhadap pencemaran. Kita butuh anggaran, komitmen, dan keberanian untuk berkata: cukup sudah eksploitasi, saatnya restorasi. Jangan sampai anak-anak di Kalimantan timur, tinggal di dekat Sungai Mahakam, mengenal lumba-lumba dari televisi, bukan dari sungai di belakang rumah mereka. Mereka tahu tentang panda dan gajah, namun tak tahu bahwa pesut sebagai penghuni asli Sungai Mahakam yang ramah dan bersahabat.

Komunitas pendidikan perlu mengambil peran lebih aktif. Poster di kelas, kunjungan ke sungai, dan lomba menulis tentang pesut bisa menjadi awal. Kita perlu membangun empati ekologis sejak dini, agar generasi mendatang tak hanya pintar, tetapi juga peduli.

Hari Lumba-lumba Air Tawar seharusnya bukan hari peringatan, tetapi titik balik. Ia harus menjadi momentum refleksi: apa yang telah kita lakukan, dan apa yang akan kita wariskan? Ia harus menjadi panggilan untuk bertindak, bukan sekadar berpidato.

Bayangkan jika setiap sekolah di Kalimantan timur mengadakan kegiatan tentang pesut. Bayangkan jika setiap kapal di Mahakam memiliki alat peredam suara. Bayangkan jika setiap warga tahu bahwa perut adalah bagian dari identitas mereka. Maka Hari lumba-lumba Air Tawar akan menjadi hari hidup, bukan hari duka.

Menjaga Sungai, Menjaga diri

Perginya Pesut Mahakam adalah cermin dari cara kita memperlakukan alam. Ia menunjukkan bahwa pembangunan tanpa hati akan mengorbankan yang tak bersuara. Namun kita masih punya pilihan: menjaga sungai, menjaga pesut, dan pada akhirnya menjaga diri kita sendiri.

Sungai Mahakam bukan hanya jalur ekonomi, tetapi jalur kehidupan. Pesut bukan hanya lumba-lumba, tetapi penjaga ekosistem. Dan kita bukan hanya manusia, tetapi bagian dari alam yang harus saling menjaga. Selamat Hari Lumba-lumba Air Tawar. Semoga ini bukan sekedar peringatan, tetapi awal dari perubahan. (kp)

Join Group Wa Kami Kaltimpedia.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya

Join now
Komentar
Bagikan:

Iklan