Kaltimpedia
Beranda Kutai Kartanegara Kuasa Hukum Edi Damansyah Angkat Suara Soal Hasil Putusan MK RI

Kuasa Hukum Edi Damansyah Angkat Suara Soal Hasil Putusan MK RI

Samarinda, Kaltimpedia.com – Kuasa Hukum Bupati Kukar Edi Damansyah, Muhammad Nursal, menanggapi hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 02/PUU-XXI/2023 yang disampaikan Ketua MK RI, Anwar Usman, di Jakarta pada Selasa (28/2/2023).

Diketahui, bahwa sebelumnya Bupati Edi Damansyah melalui Muhammad Nursal selaku pengacaranya menguji Pasal tujuh ayat dua Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.

Pasal itu berbunyi, “Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat satu harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama untuk Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota”.

Hal itu dilakukan untuk memastikan apakah jabatan yang diemban Edi Damansyah saat ini sudah terhitung dua periode atau belum. Sebab diketahui, Edi sebelumya sempat menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Kukar pada 10 Oktober 2017, menggantikan Bupati Kukar periode 2017-2021, Rita Widyasari yang tersandung kasus korupsi.

Kemudian, Edi sempat pula menjadi Penjabat (Pj) bupati Kukar. Dan pada 17 Februari 2019 ia dilantik sebagai bupati Kukar definitif berdasarkan SK Mendagri No 313.64.254 tertanggal 6 Februari 2019.

Sementara itu, soal hasil putusan MK nomor 02/PUU-XXI/2023. MK mengatakan permohonan Bupati Kukar tidak dapat menjelaskan hubungan sebab dan akibat perihal berlakunya Pasal tujuh ayat dua UU Nomor 10 Tahun 2016.

Frasa “menjabat” pada Pasal 7 ayat 2 huruf n Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 itu menurut Nusral bertentangan dengan UUD 1945. Tapi mana kala frasa itu dimaknai “menjabat secara definitif,” maka Edi Damansyah punya tiket untuk melaju di Pilbup Kukar 2024 mendatang.

Sementara dalam putusan MK, jika seseorang telah menjabat kepala daerah atau penjabat kepala daerah selama setengah atau lebih masa jabatan. Maka yang bersangkutan dihitung telah menjabat satu kali masa jabatan.

Itu karena pembatasan masa jabatan kepala daerah selama dua periode hanya berlaku pada pejabat kepala daerah definitif. Tidak berlaku pada jabatan kepala daerah Pelaksana Teknis (Plt).

“Kata ‘menjabat’ adalah masa jabatan yang dihitung satu periode. Yaitu masa jabatan yang telah dijalani setengah atau lebih dari masa jabatan kepala daerah,” tegas Ketua MK RI, Anwar Usman disadur dari lama resmi MK RI.

Merespon hal tersebut, Muhammad Nusral menegaskan sesungguhnya Bupati Edi Damansyah tetap dapat mendaftar sebagai calon Bupati Kukar periode 2024 – 2029. Ia memaparkan sejumlah dasar argumentasi.

Pertama, kata dia, bahwa yang dilakukan pembatasan sebagai hitungan 1 periode dalam makna 2 ½ tahun atau lebih hanyalah pejabat definitif dan Penjabat Sementara. Nomenklatur penjabat sementara dengan pejabat sementara menurutnya adalah dua hal yang berbeda.

“Kalau pejabat sementara dalam teori merupakan genus pejabat yang terdiri atas Plt, Plh, Penjabat, dan Penjabat Sementara. Sedangkan penjabat sementara adalah orang yang mengisi jabatan kepala daerah karena kepala daerah dan wakil kepala daerah definitif sedang menjalani masa cuti kampanye,” urai Nusral dalam rilis resminya yang diterima media ini.

Hal tersebut, lanjut ditegaskan Nusral bahwa dalam Pasal 1 angka 6 Permendagri Nomor 1 tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 74 Tahun 2016 Tentang Cuti Di Luar Tanggungan Negara Bagi Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, Serta Wali Kota Dan Wakil Wali Kota:

Edi Damansyah dalam hal ini dijelaskan Nusral tak pernah menduduki jabatan sebagai penjabat sementara sebagaimana dimaksud dalam Permendagri tersebut. Sehingga pembatasan yang dimaksud tidak mungkin berhubungan dengan kondisi jabatan yang pernah didudukinya sebagai Pelaksana Tugas.

Keuda, Nusral menyebut putusan tersebut tidak mempertegas apakah masa jabatan Plt dan definitif 2016 – 2021 yang dihitung sekaligus atau terpisah. Karena tidak ada penegasan demikian maka haruslah dimaknai terpisah, menjabat Plt selama 10 bulan 3 hari, menjabat sebagai bupati defenitif 2 tahun 9 hari, adalah kedua-duanya belum ada yang memenuhi selama 2 tahun 6 bulan.

Ketiga, lanjut Nusral, limit untuk mulai menghitung dari masa 2 tahun 6 bulan adalah dimulai pada hari pelantikan (Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22/PUU-VII/2009, Pasal 38 PP 6/2005, dan Pasal 4 Ayat (1) Huruf o PKPU 9/2020 Tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota).

Perlu diingat bahwa dalam UU Pemda maupun dalam PP No. 49/2008 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Pejabat Plt dimaksud tidak ada ketentuan yang mengatur untuk pelantikannya.

“Artinya Plt tidak dilantik, sehingga tidak mungkin ada batas untuk menghitung limit masa jabatan kalau hendak dipaksakan,” ujarnya.

Akan hal tersebut, Nusral jelaskan dalam kasus ini dahulu Edi Damansyah pernah dilantik sebagai pelaksana tugas Bupati (2026 sd 2021), namun ternyata ia bukan dilantik, tetapi hanya melalui pengukuhan.

“Karena yang namanya pelantikan kepada pejabat yang bersangkutan harus dengan mengucapkan lafal sumpah, demi Allah dan setertunsya,” cetus Nusral.

“Sementara pengertian tentang pelantikan diatur dalam Pasal 1 angka 6 dan Pasal 11 Permendagri Nomor 35 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelantikan Kepala dan/atau Wakil Kepala Daerah,” imbuhnya. (*)

Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan