Kaltimpedia
Beranda DPRD Samarinda Pemerintah Kota Samarinda Harus Berunding Dengan Pemilik SHM untuk Revitalisasi Pasar Pagi Terkait Polemik dan Solusi Potensial

Pemerintah Kota Samarinda Harus Berunding Dengan Pemilik SHM untuk Revitalisasi Pasar Pagi Terkait Polemik dan Solusi Potensial

Kaltimpedia.com, Samarinda – Pemerintah Kota Samarinda menghadapi tantangan dalam melakukan penataan kawasan di Kecamatan Samarinda Ulu. Pasalnya, ada 48 orang pemilik sertifikat hak milik (SHM) yang mengklaim lahan di lokasi tersebut. Pemerintah Kota harus melakukan pendekatan dengan mereka agar ada jalan keluar yang saling menguntungkan.

Ketua Komisi I DPRD Kota Samarinda, Joha Fajal mengatakan bahwa pemerintah kota telah berusaha bernegosiasi dengan para pemilik SHM sejak tahun 2023. Namun, hingga kini belum ada kesepakatan yang tercapai.

“Kami sudah mengajukan beberapa opsi, seperti ganti rugi, relokasi, atau pembangunan bersama. Tetapi, mereka masih menolak,” ujar Joha, Rabu (21/2/2024).

Joha mengungkapkan, pemerintah kota memiliki rencana untuk revitalisasi Pasar Pagi untuk memberikan fasilitas umum kepada pedagang. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengatasi permasalahan lingkungan.

“Kami berharap para pemilik SHM dapat memahami maksud dan tujuan kami. Kami tidak ingin merugikan mereka, tetapi juga tidak ingin mengorbankan kepentingan umum,” tuturnya.

Sementara itu, salah satu pemilik SHM, Margaret, mengaku belum pernah bertemu langsung dengan pemerintah kota.

Ia mengatakan, ia hanya mendapat informasi dari grup WhatsApp yang berisi 16 pemilik SHM lainnya. Menurut Margaret, mereka tidak setuju dengan rencana pemerintah kota karena merasa hak mereka tidak dihormati.

“Kami sudah punya SHM sejak lama, sebelum ada rencana revitalisasi pasar pagi. Kami merasa berhak atas tanah kami dan tidak mau digusur begitu saja,” katanya.

Ia menambahkan, ia dan pemilik SHM lainnya siap menggugat pemerintah kota jika tidak ada kesepakatan yang adil.

Ia berharap pemerintah kota dapat menghargai hak milik mereka dan memberikan solusi yang sesuai dengan hukum.

“Kami tidak menutup diri untuk berdialog, tetapi kami juga tidak mau dipaksa. Kami ingin ada kejelasan dan kepastian hukum atas tanah kami,” tutup Margaret.

Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan