Kaltimpedia
Beranda DPRD Samarinda Ancaman Kekerasan Digital Mengintai Anak, DPRD Samarinda Ingatkan Peran Keluarga dalam Pengawasan Siber

Ancaman Kekerasan Digital Mengintai Anak, DPRD Samarinda Ingatkan Peran Keluarga dalam Pengawasan Siber

Wakil Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Sri Puji Astuti

Samarinda – Di tengah gencarnya pemanfaatan teknologi digital untuk pendidikan dan hiburan, anak-anak justru semakin rentan menjadi sasaran kekerasan yang terjadi secara virtual. Dari cyberbullying hingga eksploitasi seksual daring, ancaman ini sering kali hadir tanpa disadari baik oleh anak maupun orang tuanya.

Fenomena ini mengundang keprihatinan Wakil Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Sri Puji Astuti. Ia mengingatkan bahwa dunia digital bukanlah ruang yang sepenuhnya aman bagi anak, dan karena itu dibutuhkan keterlibatan aktif keluarga dalam memberikan pengawasan serta perlindungan.

“Kita tidak bisa melawan arus perkembangan teknologi. Tapi yang bisa kita lakukan adalah memastikan anak tetap aman saat berada di dalamnya,” kata Puji.

Ia menilai bahwa regulasi seperti Undang-Undang ITE dan keberadaan lembaga pengawasan seperti KPI belum cukup bila tidak dibarengi dengan edukasi dan pendampingan dari orang tua. Literasi digital, menurutnya, harus dimulai dari rumah sebagai benteng utama anak menghadapi dunia maya.

“Gadget yang dipegang anak itu ibarat dua sisi mata uang. Bisa jadi sarana pembelajaran, tapi juga bisa membawa dampak negatif. Maka, penting bagi orang tua untuk memfilter konten yang dikonsumsi anak,” ujarnya.

Puji menyoroti banyaknya konten digital yang tidak layak dilihat anak, baik melalui media sosial maupun iklan luar ruang. Menurutnya, pengawasan konten tidak bisa hanya diserahkan kepada lembaga penyiaran, tapi memerlukan penguatan dari semua lini, termasuk keluarga.

“Anak-anak sekarang bisa saja terpapar konten dewasa atau kekerasan tanpa disadari. Pengawasan harus berlapis, dan keluarga adalah garda terdepan,” jelasnya.

Sri menegaskan bahwa kedisiplinan dalam penggunaan perangkat digital harus menjadi budaya di rumah. Ia menolak pandangan bahwa mendisiplinkan anak hanya tanggung jawab si anak sendiri.

“Disiplin itu tanggung jawab orang dewasa. Bagaimana kita mengarahkan, mendampingi, dan membatasi. Bukan semata-mata membiarkan mereka tumbuh sendiri di dunia digital,” tambahnya.

Menurutnya, kunci perlindungan anak dari kekerasan digital terletak pada literasi digital sejak dini dan kontrol sosial yang kuat dari lingkungan terdekat, khususnya orang tua.

“Teknologi bisa menjadi sahabat atau ancaman. Semua tergantung bagaimana kita mengelola dan menyikapinya,” tutupnya.

Join Group Wa Kami Kaltimpedia.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya

Join now
Komentar
Bagikan:

Iklan